2017/10/06

Psycho Coffee (WAG Rumah Bintang)

Psycho Coffee for Thursday

Oleh : Ani Ch, penulis dan pemerhati pendidikan keluarga

Aqidah Akhlaq  Edition
28 September 2017

Tantangan Pendidikan Iman

☕▫☕▫☕▫☕▫☕

Seorang anak dibawa ke tempat konsultasi saya. Anak lelaki kelas 3 SD, dikeluhkan karena manja, belum tumbuh tanggung jawab, akhirnya motivasi belajarnya juga buruk. Singkat cerita, orangtuanya yang menjadi pangkal masalah karena cenderung tidak tega pada anak. Maka kemudian saya menawarkan beberapa tugas kemandirian yang akan dilakukan anak, seperti mengurus diri sendiri ketika pagi, membereskan baju kotornya, merapikan kamarnya, dan beberapa alternatif lain yang intinya, orangtua tidak boleh membantu/melayani anak. Ada satu tugas, yang ditolak oleh sang ibu yaitu _biarkan anak berjalan kaki ke tempat parkir, jangan menjemputnya persis di gerbang sekolah_. Karena bagi saya ini namanya malayani anak, bahkan si ibu bercerita seringkali harus berputar lebih dari tiga kali, hanya untuk menemukan anaknya 'tepat' digerbang.

Kenapa bu?
_Jauh bu ani jalannya.._
Ya kan memang itu tujuannya, supaya dia sedikit mengenal kerja keras.
_Parkir di sekolah anak saya susah, dan akhirnya dia harus menyeberang jalan. Kan ramai.._
Tidak apa bu, biar dia belajar mencari solusi..menembus keramaian kan butuh keberanian.
_Nanti bisa ketabrak bu.._
Memangnya kalo ketabrak kenapa sih?
_Ya bahaya bu, dia bisa terluka, dia bisa tidak selamat._

Bu, cukupkanlah dengan doa saja. Apa ibu tidak yakin Allah akan menjaga anak ibu? Kalau ibu membatasi latihan kemandirian ini, ibu akan dapati masalahnya tidak akan selesai, karena akar masalah anak ini adalah ketidaktegaan ibu. Bahkan jika anak ibu meninggal karena dia latihan menyeberang jalan, dia akan jadi ahli surga bu...umurnya baru 10 tahun. Umur sudah ada ketetapannya, ibu tidak siap jika anak ibu meninggal umur 10 tahun? Anak kan hanya titipan Allah, amanah bu..

☕▫☕▫☕▫☕▫☕

Tantangan utama mendidik iman, adalah *keimanan orangtua* yang belum beres. Bagaimana kita akan mendidik anak optimis pada Allah, saat kita kita sendiri tidak yakin akan pertolongan Allah.

Mengapa ini jadi tantangan? Pada edisi lalu pendidikan iman, dimulai  menumbuhkan *cinta Allah* melalui kisah dan dialog keimanan yang sudah kita bahas sebelumnya. Maka selanjutnya kita perlu mengenalkan  *Allah yang lebih konkrit*

Para ulama banyak menjelaskan bahwa mengenalkan Allah pada anak dilakukan lewat dialog tentang *pola-pola ciptaan Allah*. Langit dan bumi yang nampak luar biasa, matahari, bintang yang indah, tumbuhan hewan yang beraneka ragam, intinya tadabur alam. Anak yang sudah sampai pada pemahaman sebab akibat akan bisa diajak mengamati pola alam ini, pola luar biasa yang tentunya diciptakan oleh Pencipta yang Maha Luar Biasa, Maha Hebat, Maha Kuasa.  Akan muncul berbagai pertanyaan kritis, dan tentunya kita harus sabar menjelaskan pola-pola alam ini dan mengaitkannya, kembali lagi...pada iman. Dan hanya orangtua yang imannya sudah kokoh akan bisa melakukan dialog semacam ini dengan anak.

Kenapa matahari ini cuma kelihatan waktu siang? Karena *Allah sayang pada kita*, saat matahari tidak nampak, dan itu namanya malam, itu waktunya kita istirahat.
Kenapa ini ada ayam jantan dan ada betina?
Karena *Allah ingin manusia terus menikmati* daging ayam. Bayangkan kalo ayam jantaaan semua, atau betinaaa semua. Maka, mereka tidak bisa bereproduksi, tidak akan punya anak yang banyak, punahlah ayam di dunia ini.

☕▫☕▫☕▫☕▫☕

Selanjutnya, kita perlu *mempertontonkan pola pertolongan Allah* pada anak. Tingkat kecerdasan anak sudah sampai pada pemahaman sebab akibat, sehingga segala macam peristiwa harus dilihat dengan sudut pandang *ini kuasa Allah*.

Satu kisah ingin saya bagikan, saya dengarkan lewat ceramah Ustadz Yusuf Mansyur.

Seorang ayah, yang sudah beres keimanannya, diminta uang oleh anaknya untuk daftar _study tour_. Jawaban sang ayah hanya satu : *_sudah minta sama Allah? jangan minta sama ayah, karena hanya Allah yang bisa bikin kamu berangkat _study tour_*. Singkat cerita, setiap hari anak ini berdoa pada Allah, memohon dengan sangat pada Allah selesai sholat 5 waktu, bahkan juga lewat sholat sunnah, terus menerus dia mohon, _Ya Allah berangkatkan aku study tour_. Sampai satu hari sebelum berangkat, diberikanlah uang pada si anak, _"Ini uang, daftarkan ke gurumu, bukan untukmu tapi untuk temanmu yang belum bayar. Untuk keberangkatanmu, serahkan sama Allah, jika takdirmu berangkat pasti berangkat. Lihatlah nanti, yang punya yang belum tentu bisa daftar, yang tidak punya uang belum tentu tidak berangkat. Semua Allah yang mengatur_

Dan ketika hari H keberangkatan, anak ini tetap disuruh berangkat sekolah, *_tetap yakin pada Allah_* begitu kata Ayahnya. Dan benarlah, rombongan bis berangkat, tanpa membawanya karena dia tidak terdaftar. Tapi dia menyaksikan, betul kata ayahnya beberapa temannya yang sudah daftar, tidak berangkat karena ada yang sakit, ada keperluan dan sebagainya. *Kuasa Allah* itu sugguh terjadi, begitu bis berangkat datang sebuah mobil mewah, di dalamnya seorang temannya yang ketinggalan rombongan. Temannya ini meminta orangtuanya mengajak si anak masuk, dan mereka menyusul rombongan _study tour_. Barulah si anak sadar, *Allah Maha Kuasa* yang tidak daftar pun bisa berangkat jika sudah takdirnya.

Tentunya ayah anak ini keimanannya beres. Si ayah berdoa dengan penuh keyakinan, _Ya Allah tunjukkanlah pertolongan-Mu pada anakku_.

Orangtua yang belum yakin pada Allah, yang lebih mengandalkan logika daripada suara hati keimanannya, akan kesulitan melakukan pendidikan keimanan semacam ini. Bagaimana kita akan mempertontonkan pertolongan Allah, jika kita sendiri tidak bisa melihat dimana pertolongan Allah itu.

Bunda, materi ini sulit. _Ya dibaca lagi dong, jangan malas_. Bunda yang beriman akan berkata, _Ayo kita mohon pada Allah, besok kamu pasti dimudahkan waktu tes_

Ayah, aku nggak suka diganggu terus, si Dodo jahat. _Besok, kalau kamu diganggu, lawan aja, pukul dia_. Ayah yang beriman akan mengajak anaknya, _Mari kita doakan temanmu, agar berubah jadi baik_

☕▫☕▫☕▫☕▫☕

Seorang anak sekolah di TK, SD, SMP Islam, ketika masuk SMA negri, bergaul dengan non muslim, minta pindah agama. Kenapa? mungkin terlewat pendidikan imannya.

Seorang anak tumbuh di keluarga muslim yang taat, bahkan sampai SMA jadi anak rohis yang sholeh, ketika kuliah entah kenapa ikut gabung dengan kelompok komunis, bisa jadi karena pendidikan aqidahnya belum kokoh. Kadang kita cukup puas, dengan pendidikan Islam yang berkilau prestasi semacam sholat tepat waktu, sholat sunnah, bahkan hafalan Qurannya banyak. Kita lupa menguatkan iman dalam hati, yang tidak tampak itu.

Sekali lagi, tantangan pendidikan keimanan adalah terjaganya keimanan kita sendiri sebagai orangtua.

☕▫☕▫☕▫☕▫☕

For further question or feedback please email psychocoffeemorning@gmail.com

No comments: